JAKARTA | Generasi Muda, Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, intoleransi adalah paham atau pandangan yang mengabaikan seluruh nilai-nilai dalam toleransi. Dapat diartikan sikap intoleransi merupakan sikap tidak tenggang rasa atau tidak toleran.
Radikalisme berasal dari kata “Radix” yang berarti “akar.” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menghubungkan kata radikalisme dengan aktivitas politik dan mengartikannya sebagai: Pertama, sebuah paham atau aliran yang radikal di politik, Kedua, paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaruan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis, dan Ketiga, sikap ekstrem di aliran politik.
Terorisme sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka ke 2 UU Nomor 5 Tahun 2018 Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, Iingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
Intoleransi muncul bersamaan dengan eksistensi manusia Ketika mereka berinteraksi dan menjadi mahluk sosial Intoleransi itu yang membentuk radikalisme.
Kalau sudah terbentuk radikalisme, terbentuklah ekstremisme. Kalau ekstrimisme yang terbentuk kemudian berbentuk terorisme pada tataran terakhir nantinya.
Hampir seluruh kegiatan radikalisme yang kemudian mengarah ke ekstremisme lalu berujung pada tindakan terorisme biasanya diawali sikap intoleransi. Artinya, sikap intoleransi merupakan bibit dari kegiatan radikalisme dan terorisme.
Munculnya isu intoleransi-radikalisme dan terorisme di Indonesia sendiri sebetulnya juga dilatar belakangi oleh sejumlah faktor.
Antara lain ialah, Faktor Politik, ekonomi, sosial, pendidikan termasuk psikologis. Faktor sosial ini biasanya paling banyak berpengaruh, sebab manusia sendiri berada pada lingkungan heterogen dan berkaitan dengan banyak orang. Selain itu, faktor sosial juga berhubungan erat dengan faktor ekonomi.
Kebanyakan masyarakat kelas ekonomi lemah pada umumnya mempunyai pemikiran yang sempit. Sehingga hal ini begitu mudah percaya kepada oknum berpaham radikal karena dianggap dapat memberikan solusi kehidupan.
Namun, mirisnya hal ini akan dimanfaatkan organisasi menyimpang itu guna melakukan rekrutmen. Konten-konten seperti radikalisme intoleran itu begitu leluasa di era global ini.
Begitu leluasa dapat kita akses di sosial media Mereka melakukan propaganda di internet dalam rangka doktrinasi melalui daring untuk mendukung ideologi tertentu.
Generasi milenial kerap menjadi sasaran oleh berbagai kelompok teroris untuk bergabung melakukan aksi terorisme.
Mental generasi milenial yang dianggap masih labil, kebanyakan masih mencari jati diri dan gampang terbujuk dan terhasut orang lain disebut menjadi salah satu faktor teroris menargetkan perekrutan terhadap mereka.
Doktrin terorisme sudah menyebar melalui media sosial. Orang yang cenderung tertutup, penyendiri, tidak dekat dengan keluarganya, dan tidak kritis, mudah dipengaruhi atau terpapar doktrin yang mengarahkan pada aksi kekerasan, Intoleransi, terorisme dan radikalisme merupakan musuh bersama seluruh masyarakat Indonesia.
Tiga hal tersebut juga akan membuat Indonesia menuju kehancuran, dan bentuk pengingkaran atas cita-cita para pendiri bangsa dan Konsensus bangsa yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa, agama dan bahasa.
Kemajemukan ini terjalin dalam satu ikatan bangsa indonesia sebagai satu kesatuan bangsa yang utuh dan berdaulat.
Selain didasari oleh latar belakang sosial budaya, geografi dan sejarah yang sama, kesatuan bangsa Indonesia juga didasari oleh kesatuan pandangan, ideologi dan falsafah hidup dalam berbangsa dan bernegara.
Pandangan, ideologi dan falsafah hidup bangsa indonesia secara holistik tercermin dalam sila-sila Pancasila yang menjadi dasar negara indonesia.
Sedangkan kesatuan pandangan, ideologi dan falsafah hidup bangsa Indonesia secara eksplisit tercantum dalam lambang negara yang bertuliskan “Bhinneka Tunggal Ika”, yang mengandung makna “beraneka ragam (suku bangsa, agama, bahasa) namun tetap satu (Indonesia).
Kelompok radikal yang sangat meresahkan dunia akhir-akhir ini adalah ISIS.
Hal ini dapat dilihat saat kelompok ini melancarkan aksi teror terhadap beberapa negara di dunia dengan membawa juga menyebutkan simbol-simbol agama Islam dalam setiap aksi mereka.
Di Indonesia sendiri, kelompok berpaham radikal ini sering merujuk pada kelompok JAD (Jamaah Ansharut Daulah), JI (Jamaah Islamiyah), HTI, dan Ikwanul Muslimin.
Terorisme tidak hanya identik dengan kelompok radikal berbasis agama tertentu.
Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua juga dapat dikatakan sebagai pelaku teror karena selain melakukan perusakan, mereka juga tidak mengakui ideologi Pancasila dan berjuang secara politik untuk memisahkan diri dari NKRI.
Organisasi dunia PBB mengkategorikan terorisme sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) dan kejahatan kemanusiaan (crime against humanity) sehingga segala bentuk terorisme adalah musuh segala umat, agama, dan bangsa.
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencegah dan menanggulangi radikalisme dan intoleransi secara komprehensif dari hilir sampai dengan hulu.
Salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah bijak dalam bersosial media. Mengingat saat ini banyak misinformasi yang beredar di sosial media, penting kemampuan untuk memilih rujukan yang tepat dalam mengakses informasi agar tidak terprovokasi.
Dengan melakukan upaya penguatan nilai-nilai luhur bangsa, kita harapkan seluruh generasi muda bangsa Indonesia akan semakin cinta kepada negara ini, karena mencintai negara ini adalah merupakan kewajiban kita bersama tentunya sebagai anak bangsa.
Terutama di tengah pandemi, ada peningkatan pemanfaatan sosial media dalam penyebarluasan konten radikalisme. Untuk itu perlu adanya kewaspadaan penggunaan sosial media khususnya bagi generasi muda.
Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana S3 Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian
Komentar