oleh

CAKETUM PBNU POROS TENGAH PUJI KYAI SAID DAN GUS YAHYA, CAKETUM PBNU ASAL SUMATERA: HINDARI FANATISME BERLEBIHAN

GUNUNG SUGIH | Cuaca di areal Muktamar NU ke -34 Lampung sudah dua hari ini mendung. Bahkan hujan turun di malam hari. Menurut Caketum PBNU dari generasi milenial KH. Abdul Khalim Mahali, LL.B (Hons), MPIR adalah pertanda baik. Menurut Gus Mahali, sapaan akrab Caketum PBNU asal Luar Jawa ini, cuaca sejuk ini adalah isyarat Muktamar NU di Bumi Sumatera bisa berjalan lancar dan damai. “Semoga ini adalah tanda alam bahwa Muktamar NU bisa berjalan kondusif setelah sebelumnya dilanda polemik panas diantara Para Petinggi PBNU”, kata Gus Mahali kepada awak media yang menemuinya di Posko Caketum PBNU Luar Jawa Komplek Ponpes Tribakti Al-Ikhlastak jauh dari areal Muktamar NU di Gunung Sugih, Lampung.

Gus Mahali meyakini bahwa Muktamar NU akan berjalan lancar dan jauh dari kekacauan seperti di tahun 2015 di Jombang. Menurut alumnus International Islamic University (IIU) Islamabad ini, warga NU sudah sangat matang dalam berorganisasi. Apapun perbedaan yang telah atau sedang terjadi, dipastikan akan berakhir dengan damai. “Muktamar NU ke-33 di Jombang tahun 2015 juga gegeran, tetapi berakhir dengan ger-geran”, kata Gus Mahali. Alumnus Ponpes Al-Falah Pedekik Bengkalis, Riau yang maju sebagai Caketum karena direstui Maulana Habib Lufti Bin Yahya Pekalongan ini justeru memuji dua Caketum PBNU lainnya, yaitu KH. Said Agil Siroj dan KH. Yahya Staquf.

Menurut Gus Mahali, Kyai Said itu alim dan penuh kebijaksanaaan. Beliau mengayomi dalam memimpin, tidak mungkin akan berkonflik lama dengan lawan-lawannya. Gus Yahya juga dikenal memiliki relasi luas dengan organisasi-organisasi perdamaian kelas dunia, pasti beliau tidak menyimpan dendam jika menang atau sebaliknya di bursa pemilihan Ketua Umum PBNU.

Menyikapi situasi yang sempat memanas pra Muktamaar NU belakangan kemarin, Gus Mahali dengan santai memberi komentar bijaknya “NU ini organisasi yang didirikan Para Ulama. Harusnya kita merasa malu kalau hanya gara-gara berbeda dukungan, lalu saling bermusuhan atau memusuhi sesama Nahdliyyin. Situasi ini, jika terjadi, sangatlah menyedihkan. Mari kita sama-sama mengikuti petuah almarhum Gus Dur bahwa tidak perlu mati-matian mempertahankan kekuasaan atau merebut jabatan. Kalau saya santai saja. Standar mengukrunya bagi saya sederhana. Yaitu, hadis Rasulullah bahwa iman dan rasa malu itu berkaitan erat. Jika hilang salah satunya maka hilanglah yang lain”.

Gus Mahali justeru merasa kasihan jika ada banom di NU yang ikut-ikutan mendukung A, B atau C di Muktamar NU ke-34 ini, tetapi ternyata terjebak dalam fanaitisme dukung-mendukung yang berlebihan. Dewan Syuriah PWNU Riau yang berpengalaman dosen FISIP program S-1 dan S-2 di sejumlah universitas di Jakarta ini berharap semua banom dibawah NU tidak melibatkan diri dalam aksi mendukung calon Ketua Umum PBNU 2021-2026 sehingga netralitas banom akan tetap terjaga. “Menurut saya, sebenarnya banom manapun di bawah NU sah-sah saja memiliki aspirasi berupa kecenderungan mendukung secara moral calon Ketum PBNU manapun. Hanya saja, jangan sampai moral support tersebut menjadikan adanya perpeecahan apalagi permusuhan terhadap orang lain yang tidak sama dalam dukung-mendukung. Sebab, konflik yang muncul akibat soal moral support ini bisa dimaknai sebagai ketidaksiapan dalam mengamalkan nilai-nilai demokrasi. Sedangkan kita di Nahdliyyin, sedang bertransformasi menuju NU yang Rahmatan Lil’alamin (menjadi rahmat bagi semesta alam), tidak hanya sesama Warga NU”, pungkas Gus Mahali.

Gus Mahali tetap meyakini bahwa baik Kyai Said maupun Gus Yahya adalah pribadi bijaksana yang tidak terjebak dalam politik saling memusuhi. Karena keduanya, menurut Gus Mahali, adalah figur-figur yang sudah matang dalam memahami dinamika politik di kalangan Nahdliyyin***

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *